Melebih-lebihkan diri yang dalam bahasa psikologinya disebut dengan istilah Narcisstic Personality Disorder diketahui sebagai kelainan atau gangguan mental yang dialami oleh seseorang dengan beberapa tanda-tanda tertentu mengenai apa yang dirasakan dan apa yang dialami didominasi oleh perasaan superior. Perasaan ini bisa dipicu oleh beberapa hal, dahulunya seseorang yang mengalami kelainan ini disebut juga pesakitan mental tentang bagaimana komentar orang terhadapnya yang rentan membuat orang teersebut mudah tersinggung, mudah cemas, stres dan depresi. Namun belakangan yang terlihat di masyarakat istilah narsis menjadi populer bahkan beken atau keren dan terdengar seperti hal-hal lucu bagi sebagian orang yang mendengarnya, seperti yang diketahui bahwa orang-orang narsis memang membutuhkan perhatian khusus atau hanya sekedar diperhatikan. Fenomena orang-orang narsis saat ini sudah mulai biasa di kalangan remaja atau anak-anak muda, bahkan menjadi viral atau populer, ini menunjukkan fenomena dimana orang sudah mulai berani untuk mendobrak batasan akan keterbatasan penyakit mereka. Untungnya sesuai zamannya hal ini malah didukung dengen bantuan teknologi dan dunia maya yang tak ada lagi batasnya. Mereka yang dianggap aneh juga menjadi memiliki keunikan tersendiri, hiburan tersendiri bagi pemirsanya. Ditunjang dengan rasa over percaya diri dari pelaku-pelaku narsistik ini, akhirnya mendobrak kebiasaan baru, dan benar-benar mampu memaksimalkan potensi-potensi mereka yang luar biasa.
kadang hal-hal aneh memang tetap aneh, tapi bukan berarti keanehan ini harus dideskriminasi oleh masyarakat, sudah saatnya dunia mengalami perubahan. perubahan yang dahulu ditakut-takutkan manusia. perubahan dimana revolusi mental yang mampu memicu dan sebagai penggerak utama perubahan ini. Mau tidak mau kita tetap mengikuti pola zaman, pola zaman yang sebenarnya kita sendirilah penciptanya. kita yang terlalu fokus pada hal-hal negatif dan kecemasan mental akan hal-hal spesial yang dikatakan menyimpang dari kewajaran, kenormalan dan kebiasaan. sedangkan batas wajar, normal dan biasa itu dari mana lagi, bukankah dari kita sendiri (manusia) yang menetapkannya sendiri, entah itu pakar, ahli, atau tokoh-tokh lainnya, bukankah dari mereka juga batasan kita itu terbentuk?
berbicara tentang melebih-lebihkan, ada hal yang memang dalam hal melebih-lebihkan disoroti sebagai bentuk negatif seperti indikasi perasaan merendahkan orang lain atau lebih puas orang lain berada lebih rendah dibandingkan kita. Perasaan ini memang yang dianggap negatif, tapi kita tidak dapat mencegah perasaan orang narsistik yang begini dengan mengubah atau menghilangkannya. kita hanya bisa mengarahkan dan mempengaruhi untuk sedikit demi sedikit memiliki empati pada orang lain, bahwa di atas kelihaiannya itu bisa ditoleransi dengan sedikit demi sedikit mengurangi kadarnya, bukan memusnahkannya. bagaimanapun emosi manusia cenderung naik turun dan itu wajar, beruntung bagi kita yang sudah mengenali dan menyadari kondisi tersebut. Selain upaya menyembuhkan, ada upaya lain yang lebih memberdayakan, upaya dimana orang-orang dengan kelainan ini mampu beradaptasi dan tetap hidup dengan normal bahkan ada juga yang bisa memanfaatkan potensi dari kelainannya ini. Memang efek lain tentang depresi dan kecemasan lebih rentan pada penderita ini dan memang membutuhkan penanganan khusus seperti halnya depresi-depresi lainnya. Sayangnya orang-orang dengan kelainan ini sedikit yang menyadari bahwa ada yang salah dengan hidupnya dan masih terlihat normal-normal saja. Setiap orang saat ini berpotensi mengalami penyakit ini dengan tingkat keparahan masing-masing, dari yang ringan hingga berat. Dan bisa jadi kita, saya sendiri juga pernah mengalaminya? Haruskan merasa aib? Tidak bagi saya, saya hanya cukup berkompromi dengan diri sendiri, apa maunya apa tujuannya dan menetapkan tujuan bersama demi kebaikan bersama, kebaikan fisik dan psikis saya sendiri tentunya.
bersyukurlah, Tuhan tidak mungkin hanya sekedar menguji manusia dengan segala kejanggalan dan keterbatasan masing-masing. Pasti ada rencana baik di balik hal-hal tersebut, kita sudah cukup diberikan akal yang waras, raga yang waras atau bahkan mental yang waras. seberapa waras masing-masing organ tersebut? Mari terus menjaga dan barangkali tentu ada yang mau mengimprovisasi agar senantiasa tidak cepat mati.
Salam waras, salam cerdas ?